Kamis, 31 Desember 2009

Kasus Radio Dephut - Anggoro Minta Kasusnya Dilimpahkan ke Polisi

Bonaran beralasan permintaan itu agar tidak ada unsur balas dendam yang dilakukan KPK.

Arry Anggadha, Yudho Rahardjo


Buronan KPK, Anggoro Widjojo (kpk)
VIVAnews - Bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Tersangka kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu itu meminta agar komisi mau melimpahkan kasusnya ke kepolisian atau kejaksaan.

"Hari ini secara resmi kami mengajukan surat ke Plt KPK agar mengalihkan perkara tersebut," kata pengacara Anggoro, Bonaran Situmeang, di Jakarta, Senin 19 Oktober 2009. Pertemuan itu berlangsung pada 10 Juli 2009.

Bonaran beralasan permintaan itu agar tidak ada unsur balas dendam yang dilakukan KPK terhadap polisi dan jaksa. Apalagi dua pimpinan KPK saat ini tersandung masalah pidana.

Bonaran menjelaskan, pelimpahan kasus ini sudah pernah dilakukan KPK. Yakni pada kasus VLCC dan tukar guling lahan kebon binatang di Medan. "Keduanya dilimpahkan ke kejaksaan," jelasnya.

Keterlibatan Anggoro dalam kasus SKRT diketahui dalam persidangan kasus suap proyek Tanjung Api-api dengan terdakwa Yusuf Erwin Faishal. Dalam persidangan, Yusuf Erwin didakwa telah menerima uang Rp 125 juta dan US$ 220 ribu. Uang tersebut sebagai imbalan atas membantu persetujuan anggaran pada program revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan.

Proyek SKRT ini bermula pada Januari 2007 saat Departemen Kehutanan mengajukan usulan rancangan program revitalisasi rehabilitasi hutan. Departemen yang dipimpin Malam Sambat Kaban itu mengajukan anggaran Rp 180 miliar. Padahal, proyek ini sudah dihentikan pada 2004 pada masa Menteri Kehutanan, M Prakoso.

Anggoro diduga telah mempengaruhi anggota Komisi Kehutanan DPR untuk melanjutkan proyek tersebut. Kemudian, Komisi Kehutanan yang dipimpin Yusuf Erwin Faishal mengeluarkan surat rekomendasi pada 12 Februari 2007. Surat rekomendasi itu juga ditandatangani oleh Hilman Indra dan Fachri Andi Leluasa.

Mengetahui adanya usulan itu, Yusuf Erwin meminta Muchtarrudin melakukan pertemuan dengan perwakilan PT Masaro Radiocom, Anggoro Wijoyo sebagai rekanan pengadaan alat komunikasi. Pertemuan itu, guna membicarakan fee yang akan diberikan PT Masaro kepada komisi kehutanan.

Dalam surat itu, disebutkan meminta Departemen Kehutanan meneruskan proyek SKRT. Disebutkan pula bahwa untuk pengadaan itu sebaiknya menggunakan alat yang disediakan PT Masaro.

16 Juni 2007 anggaran disetujui. Lembar pengesahan, ditandatangani juga oleh Menteri Kehutanan MS Kaban. Orang nomor satu di Departemen Kehutanan itu juga sudah diperiksa KPK.

Selain memberikan uang kepada Yusuf Erwin, Anggoro juga diduga telah membagikan uang kapada sejumlah anggota Komisi Kehutanan lainnya seperti Fahri Andi Leluasa senilai S$ 30 ribu, Azwar Chesputera S$ 30 ribu Hilman Indra S$ 140 ribu, Muctarrudin S$ 40 ribu dan Sujud Sirajuddin Rp 20 juta.

PT Masaro Radiokom adalah perusahaan yang menjadi rekanan Dephut dalam pengadaan SKRT. Kasus dugaan korupsi ini terungkap saat KPK menggeledah kantor Yusuf Erwin di Gedung PT Masaro pada Juli 2008, terkait kasus suap proyek Tanjung Api-api. Proyek senilai Rp 180 miliar ini diduga telah merugikan negara Rp 13 miliar.
• VIVAnews
Postingan Terkait Lainnya :


1 komentar:

Anonim mengatakan...

bagus...bagus

Posting Komentar

 

Kategori

Site Info

Blog ini dalam masa perbaikan