Metodologi ilmiah dalam buku tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan isinya.
Arry Anggadha, Mohammad Adam
Buku Gurita Cikeas (Vivanews/ Amatul Rayyani)
VIVAnews - Buku 'Membongkar Gurita Cikeas' menuai kontroversi. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pun perlu mempelajari buku karya George Junus Aditjondro itu.
"Kami lihat buku itu judulnya provatif dan dari judulnya saja kita sudah tahu," kata Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, di Depkominfo, Jakarta, Rabu 30 Desember 2009.
Depkumham, lanjut Patrialis, melihat metodologi ilmiah dalam buku tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan isinya. Karena, buku itu hanya berisi kutipan-kutipan berita online yang juga tidak komprehensif.
"Buku itu juga tidak ada cek dan riceknya, lebih banyak prasangka dan praduga-praduga," jelas Patrialis. "Buku itu juga terlalu mudah mengambil kesimpulan."
Patrialis menjelaskan, Depkumham juga sedang mempelajari 20 buku provokatif lainnya. Menurut Patrialis, 20 buku itu bahkan lebih berpotensi memecah belah bangsa.
Patrialis pun meminta agar masyarakat saat ini lebih selektif dalam menerima dan mengonsumsi tanggapan pengamat tertentu. Karena saat ini ada kelompok-kelompok yang selalu mendiskreditkan pemerintah. "Saya juga tidak tahu kenapa. Padahal kebebasan yang dimiliki itu sebetulnya bukanlah kebebasan yang universal, tapi kebebasan yang dibatasi," ujarnya.
Kebebasan itu juga harus jangan sampai melanggar hak orang lain. "Kalau melanggar, harus dipertanggungjawabkan secara hukum," jelasnya.
Menurut Patrialis, kebebasan itu dibatasi oleh undang-undang, agama, dan keamanan. "Jadi kita tidak boleh memfitnah dan membuat orang menjadi resah," jelasnya.
• VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar